Senin, 02 Januari 2012

Sejarah Cirebon (Rupa-rupa)


Cirebon dengan letak geografisnya di daerah pesisir pantai Pulau Jawa, tentu saja termasuk ke dalam mata rantai perdagangan internasional (Jalur Sutera) pada masa itu. Menurut Purwaka Caruban Nagari, pada 1415 M  armada Angkatan Laut Cina singgah di Cirebon  dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho atau Zheng He atau Te Ho yang beragama Islam.
Selain pelayaran oleh Laksamana Cheng Ho, banyak lagi pelayaran yang dilakukan oleh pedagang Cina dan juga Kekaisaran Cina, termasuk pelayaran Putri Ong Tin yang menikah dengan Sunan Gunung Jati pada tahun 1481.[i]
Bahwa Cirebon berperan sebagai jalan lalu-lintas yang dapat dilayari perahu atau kapal ke arah pedalaman, disaksikan oleh Tomé Pires pada tahun 1513 M. Mungkin sungai yang dimaksud sekarang adalah Sungai Krian (kini dapat dilayari sampai ke Cirebon Girang). Catatan Tomé Pires menunjukkan bahwa Cirebon merupakan pelabuhan yang besar dan ramai, jauh lebih ramai dari pelabuhan  Demak. Hal tersebut diukur berdasarkan  kemampuannya untuk dilayari jenis perahu junk. Pelabuhan Cirebon didukung dengan adanya Sungai Bondet yang dapat dilayari oleh perahu junk sejauh 9 mil (Corteaso, 1967 :183,186).
Kota Cirebon adalah salah satu kota di Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat, yang terletak di bagian ujung timur laut Jawa. Selain merupakan pusat kegiatan pemerintah, sosial politik, pendidikan, dan kebudayaan, juga merupakan pusat kegiatan perekonomian yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan pengembangan daerah ini sebagai daerah tujuan wisata, perdagangan, pelabuhan, dan industri.
Wilayah Cirebon pada masa pemerintahan kolonial terdiri dari Kota Cirebon, dengan empat kabupaten: Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan.  Kota Cirebon terletak pada lintas 108° 33, BT 6° 41 LS dan terbentang pada suatu dataran rendah sepanjang 7 km dari pantai utara ke arah timur laut dari Jawa Barat dengan panjang rata-rata 5 km.
            Wilayah kota Cirebon dibatasi oleh:
            - sebelah utara / barat laut         : Sungai Kedung Pane
            - sebelah barat                          : Sungai Banjir Kanal / Kab. DT. II Cirebon
            - sebelah selatan                       : Sungai Kalijaga
            - sebelah timur                          : Laut Jawa
Luas Kota Cirebon hanya mencapai 37,36 km2. Sensus penduduk tahun 2000 mencatat jumlah penduduk 272.263 jiwa dari lima kecamatan, yaitu: Kecamatan Kejaksan, Kecamatan Kesambi, Kecamatan Lemahwungkuk, Kecamatan Harjamukti, dan Kecamatan Pekalipan.[ii] Selain dari kalangan pribumi, di Kota Cirebon terdapat sejumlah orang asing atau pendatang yang pernah atau masih menetap sampai sekarang. Mereka terdiri dari orang Eropa, Cina, dan Timur Asia lain. Dalam kelompok orang Eropa yang paling banyak jumlahnya adalah Belanda, sedangkan pada kelompok Timur Asing jumlah pendatang terbanyak berasal dari Cina dan Arab. Selain kelompok etnis Cina, sesudah Indonesia merdeka peran orang-orang Eropa dapat dikatakan tidak lagi berarti. Bahkan, secara berangsur-angsur mereka pulang ke negaranya. Sementara orang Arab dan Cina berhasil mengintegrasikan diri dalam masyarakat Cirebon, dan karena kesamaan keyakinan bagi orang Arab, mereka tidak dipandang sebagai orang asing lagi. Sebagian dari pendatang tersebut tinggal dan berbaur dengan masyarakat pribumi, sedangkan yang lainnya hidup dengan kelompoknya masing-masing dan terkonsentrasi pada suatu daerah. Salah satu perkampungan Arab di wilayah kota adalah daerah Panjunan dan Pecinan di daerah Karanggetas, Pasuketan, dan Pekiringan. Para pendatang tersebut berperan penting dalam menggerakkan sektor perdagangan kota Cirebon.[iii]  
            Dalam perjalanan sejarah Kota Cirebon telah mengalami beberapa kali pergantian status pemerintahan. Mula-mula menjadi pusat kerajaan Cirebon, kemudian berlanjut pada masa pendudukan Belanda sebagai ibu kota Karesidenan, ibu kota kabupaten, dan sekaligus sebagai ibukota distrik. Bahkan pada tahun 1906 daerah Kota Cirebon dijadikan sebagai gemeente (kotapraja). Selain sebagai pusat pemerintahan, Kota Cirebon juga sekaligus merupakan jalur lalu-lintas perekonomian antara Jawa Barat, DKI Jakarta, serta Jawa Tengah, tidak heran jika Cirebon berkembang sebagai kota pelabuhan, perdagangan, industri, dan budaya di Jawa Barat. Sementara itu berdasarkan pembagian wilayah pemerintahan, Cirebon dibagi menjadi dua yaitu Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon.[iv]
            Kota Cirebon memiliki empat buah bangunan keraton yaitu Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, Keraton Kaprabonan, dan Keraton Kacirebonan. Kompleks bangunan keraton di Cirebon dipisahkan dengan bangunan lainnya. Pemisahan bangunan keraton biasanya dengan tembok keliling, parit atau sungai buatan, dan sungai alamiah.
Keraton Kasepuhan yang dibangun pada zaman Mbah Kuwu Cerbon (Pangeran Cakrabuana) dan Syekh Syarief Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), merupakan kelanjutan atau perkembangan dari Keraton Pakungwati yang dibatasi oleh tembok, juga Sungai Sipadu dan Sungai Kriyan. Letak Keraton Kasepuhan memanjang dari utara ke selatan, didirikan pada sebidang tanah seluas kurang lebih 64.000 meter persegi. Secara administratif Keraton Kasepuhan berada di Kampung Mandalangan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, tepatnya pada koordinat 06° 43. 559 Lintang Selatan dan 108° 34. 244 Bujur Timur.[v]
            Lokasi Keraton Kanoman terletak di Jalan Lemahwungkuk sebelah timur, Jalan Pulasaren sebelah selatan, yang tepatnya berada di jalan Winaon, kampung Kanoman, Kelurahan Lemahwungkuk, Kecamatan Lemahwungkuk. Keraton Kanoman ini berada pada dataran pantai tepat pada koordinat 06° 43. 15,8 Lintang Selatan dan 108° 34. 12,4 Bujur Timur. Di sebelah utara keraton terdapat pasar tradisional, dan di sebelah selatan dan timur merupakan pemukiman penduduk.[vi] Tata letak Keraton Kanoman memanjang dari utara ke selatan dan menempati tanah seluas kurang lebih 20.000 meter persegi, sedangkan Keraton Kacirebonan yang dibangun pada tahun 1814 M ini memanjang dari utara ke selatan di atas tanah seluas kurang lebih 18.000 meter persegi.[vii]
Keraton Kacirebonan terletak di tengah-tengah kota yang tepatnya di Jalan Pulasaren No. 48. Kelurahan Pulasaren Kecamatan Pekalipan. Tempat tersebut dapat ditempuh dengan kendaraan umum angkutan kota (angkot). Untuk memasuki Keraton Kacirebonan pengunjung hanya dapat berjalan kaki melewati alun-alun Keraton Kacirebonan, dan kondisi sekitarnya terdapat toko dan gedung. Jarak Keraton Kacirebonan dari kantor pusat Pemerintahan (Walikota) Cirebon diperkirakan 3 km.
            Keraton Kacirebonan merupakan keraton termuda dan terkecil di Cirebon. Tetapi walaupun secara fisik merupakan keraton terkecil di Cirebon, namun di dalamnya terdapat berbagai kekayaan budaya.[viii]


[i] Purwaka Caruban Nagari, pupuh 193.
[ii] Daftar nama kecamatan di Kota sesuai dengan peraturan pemerintah No. 35 tahun1986 tanggal 21 Agustus 1986. Selayang Pandang Kotamadya Cirebon 1994, hlm. 7
[iii] H. Rokhmin Dahuri, Dkk., Budaya Bahari Sebuah Apresiasi di Cirebon ( Jakarta: Percetakan Negara RI, 2004), hlm. 23.
[iv] Ibid., hlm. 14. Bahkan, pada masa pemerintahan Belanda, kawasan Cirebon pernah menjadi pusat penanaman tebu terbesar keempat di Jawa, lihat William J. O’ Malley, “Perkebunan 1830-1940: Ikhtisar” dalam Anna Booth, Sejarah Ekonomi Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1983), hlm. 242.
[v] Eddy Sunarto, dkk., Profil Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Jawa Barat Dalam Khasanah Sejarah dan Budaya (Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat, 2007), hlm. 264.
[vi] Ibid., hlm. 271.
[vii] Adeng, dkk., Kota Dagang Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutera (Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1998), hlm. 74.
[viii] Selayang Pandang Keraton Kacirebonan Cirebon (Dokumentasi Keraton Kacirebonan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar